Sukmahadionline. Sholat di dalam
masjid yang ada kuburnya, entah itu di sebelahnya atau juga berdampingan dengan
masjid, atau juga kuburan yang berada di areal masjid tidak mutlak diharamkan
oleh Jumhur ulama. Dan ini bukanlah perkara yang baru, akan tetapi sejak dulu
ulama sudah membahas ini.
Kelompok Yang
Mengharamkan
Namun kemudian,
ada yang ulama yang mengharamkan praktek sholat di masjid yang ada kuburannya,
yaitu kelompok ulama yang menamakan dirinya dengan kelompok Salafi. Dengan
dalil hadits nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Abu Huriaroh ra:
لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى
اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
"Allah
swt melaknat orang-orang yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi
mereka masjid (tempat bersujud)" (HR. Bukhori 417 / Muslim 825)
Dan
hadits-hadits ini juga diriwayatkan oleh beberapa Imam Sunan hadits
dengan redaksi yang mirip. Imam Al-Suyuthi menambahkan redaksi [وصالحيهم] wa Sholihim (orang-orang sholih
mereka) berdasarkan riwayat muslim.
Dengan dasar
hadits ini, mereka mengharamkan melakukan sholat di dalam masjid yang ada
kuburannya, toh mendirikan masjid di atas atau sekitaran masjid saja tidak
boleh, berarti sholatnya juga tidak boleh. Dan sholatnya menjadi tidak sah plus
dia berdosa. Karena Allah swt melaknat orang-orang yahudi dan nasrani, dan kita
diperintah untuk menyelisih mereka.
Bahkan salah
satu ulamanya berfatwa ketika ditanya tentang hal tersebut, beliau memberikan
jawaban bahwa masjid itu harus dihancurkan atau kuburan itu yang harus di
pindahkan.[1]
Namun ketika
ditanya tentang "bagaimana hukum sholat di dalam masjid Nabawi yang di
dalamnya ada kuburan Rasulullah saw dan juga sahabat yang lain?"
Mereka menjawab
bahwa masjid Nabawi itu di khususkan, bahwa masjid itu lebih dulu dibangun dan
kemudian dilebarkan akhirnya menjadikan kuburan Nabi saw masuk dalam masjid.
Kelompok Yang
Membolehkan
Kelompok yang
membolehkan sholat di dalam masjid yang ada kuburannya ialah ulama dari
kalangan madzhab Fiqih tanpa tercela[2],
kecuali madzhab Hanbali yang mengharamkan[3].
Akan tetapi
jika kuburannya itu ada di seberang pengimbaran imam, itu dimakruhkan dan
sholatnya tetap sah. Ini pendapat 4 madzhab fiqih selain madzhab Imam Ahmad bin
Hanbal.
Dan pendapat
mayoritas inilah yang diikuti oleh ulama komtemporer sekarang, tentu selain
kelompok salafi itu. Salah satu yang mewakilinya ialah para ulama yang
tergabung dalam dewan fatwa Mesir [دار الإفتاء المصرية]
Daar Al-Ifta Al-Mishriyah. Sebagaimana telh mereka jelaskan dalam
beberapa fatwa mereka.
Dan sudah pasti
mereka mengikuti bukan tanpa dalil tapi justru dengan dalil yang sangat kuat.
Mereka berdalil dengan Al-Quran, Sunnah, Kesepakatan para sahabat Nabi saw, dan
juga kesepakatan umat.
1. Makam Sahabat Abu Bashir:
Imam Ibnu
Abdil-Barr dalam kitabnya Al-Istii'aab meriwayatkan bahwa seorang
sahabat yang bernama Abu Bashir, ketika ia meninggal dunia para sahabat
membangun masjid di atas kuburannya (di sekitranya). Dan pada saat itu Nabi saw
masih hidup, akan tetapi tidak ada satu riwayat pun yang sampai saat ini bahwa
Nabi saw melarangnya.
Bahkan para
sahabat yang diceritakan ketika itu mngetahui pendirian masjid di atas kuburan
Abi Bashir sejumlah 300 sahabat, tidak ada satu pun dari mereka yang
menentangnya.[4]
Ini bukti sebuah kebolehan, karena kalau perkara itu dilarang pastilah akan
sampai riwayat ke kita saat ini yang melarang itu.
Karena Nabi saw
dan para sahabat tidak akan diam untuk sebuah kemaksiatan.
*Kritik
Berhujjah
dengan dalil riwayat cerita ini memang lemah, karena cerita ini sudah sejak
dahulu kala, ceritanya sudah sejak lama sekali sedangkan riwayat hadits Nabi
Muhammad saw yang melaknat prilaku orang Yahudi dan Nasrani itu dikatakan oleh
beliau saw beberapa hari sebelum wafat. Yaitu di hari rabu dan beliau wafat di
hari senin setelah itu. Bisa jadi riwayat ini menghapus apa yang terjadi pada
masanya Abu Bashir.
2. Pemilihan Makam Nabi saw:
Ini juga
dikuatkan oleh praktek yang dilakukan oleh para sahabat Nabi saw ketika
wafatnya beliau saw, yang diceritakan oleh Imam Malik dalam kitabnya Al-Muwaththo'.
Ketika itu para sahabat berselisih dimana akan memakamkan Nabi saw, Imam
Malik berkata:
فَقَالَ نَاسٌ يُدْفَنُ عِنْدَ الْمِنْبَرِ،
وَقَالَ آخَرُونَ يُدْفَنُ بِالْبَقِيعِ فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ فَقَالَ
سَمِعْت رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ مَا
دُفِنَ نَبِيٌّ قَطُّ إلَّا فِي مَكَانِهِ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيهِ فَحُفِرَ لَهُ
فِيهِ
"orang-orang
berkata: 'kuburkan (nabi) di mimbar (masjid Nabawi)', yang lain berkata juga:
'kuburkan di pemakaman baqi''. Kemudian Abu bakr datang dan berkata: 'aku
pernah mendengar Nabi saw bersabda bahwa tidak ada nabi yang meninggal dunia
kecuali ia dikuburkan ditempat dimana ia wafat'. Kemudian di gali lah di dalam
kamar Nabi tersebut"[5]
Kesimpulan yang
diambil dari hadits ini ialah bahwa ada sekelompok sahabat yang malah
menyarankan untuk Nabi dikuburkan di mimbar, dan mimbar itu bukan di luar
masjid, tapi memang benar-benar di dalam masjid.
Kalau memang
itu dilarang oleh Nabi saw, dan hadits pelaknatan Yahudi dan nasrani itu pun
sudah turun, kenapa ada sahabat yang masih berani menyarankan itu?
Dan setelah
mereka menyarankan itu, tidak ada sekelompok sahabat lainnya yang menghardik
sarannya tersebut jika memang itu melanggar ketentuan syariat? Tapi nyatanya
tidak ada.
Dan Abu bakr,
yang akhirnya menjadi pengambil keputusan bahwa Nabi dikuburkan di kamarnya
sendiri (kamar 'Aisyah), itu bukan berdasarkan bahwa saran-saran sahabat lain
itu terlarang, tapi karena memang Nabi mewasiatkan itu.
Apa mungkin
para sahabat Nabi saw membiarkan sebuah pelanggaran syariat.
3.
Kamar 'Aisyah Menempel Dengan Masjid
Jadi memang
Nabi wafat ketika belaiu berada di kamar 'Aisyah ra, dan sudah maklum
(diketahui) bahwa kamar para istri-istri Nabi saw itu berdempetan dengan masjid
Nabawi termasuk kamar 'Aisyah. Jadi kuburan Nabi memang berada tepat disamping
Masjid dan bahkan berdempetan tak terbatas sangat dekat sekali.
Dan para
sahabat tetap melaksanakan sholat di masjid Nabawi dengan tenang, tanpa ada
yang risih dan gundah. Semua baik-baik saja padahal kuburan Nabi menempel erat
dengan masjid. Karena kalau memang itu terlarang, pastilah mereka tidak diam.
Tapi sama
sekali tidak ada dari para sahabat yang memang dekat dengan Nabi, mengetahui
sunnah dengan benar, para penghafal Al-quran, mengetahui sebab turunnya
Al-quran, tidak ada dari mereka yang menyarankan untuk memindahkan kuburan
Nabi, atau bahkan memindah masjid Nabawi ketempat yang berjauhan dengan
kuburan. Tidak ada!
Dan apa yang
kita lihat sekarang di Indonesia atau kebanyakan Negara-negara Islam itu ya
seperti ini. Bahwa banyak masjid-masjid yang dibangun itu bersebelahan dengan
makan orang-orang sholih dari kaum tersebut. Termasuk para wali Allah swt.
Dan ini telah
menjadi kesepakatan para sahabat Ridhwanullah 'Alaihim
-
Khusus Kuburan Nabi saw
Kalau dikatakan
bahwa itu kuburan Nabi dan itu dikhususkan, maka selain kuburan Nabi itu yang
terlarang. Ini pengkhususan yang keliru dan salah.
Sejatinya hukum
dalam syariat itu umum berlaku untuk siapa saja dari kaum muslim walaupun itu
awal pensyariatannya terjadi pada salah satu sahabat, atau terjadi pada Nabi
sendiri. Dan pengkhususan hukum syariah tidak bisa berlaku kecuali dengan
adanya dalil bahwa itu memang khusus untuk Nabi saw.
Dan sama sekali
tidak ditemukan dalil yang mengkhususkan bahwa kalau kuburan Nabi boleh dan
kuburan selain Nabi Muhammad saw tidak boleh. Ini tidak ada dasarnya dan dalil?
Alasan pengkhususan
kuburan Nabi juga menjadi tidak benar, Toh di masjid Nabawi itu bukan hanya ada
kuburan Nabi saw, tapi juga ada kuburan Abu Bakr, Umar bin Khohthtob dan juga
Imam Abu Syuja'. Tapi tidak ada satu ulama pun di dunia ini yang menyalahkan
seorang muslim sholat di masjid nabawi.
4. Ijma' Ummah
Para ulama yang
tegabung dalam dewan fatwa Mesir [دار الإفتاء المصرية]
Daar Al-Ifta Al-Mishriyah menggunakan kata "Ijma'", yang
berarti bahwa ini adalah kesepakatan seluruh umat Islam sejagad tanpa ada yang
menyelisih.
Bahwa sejak
dulu sampai saat ini, semua orang muslim bersepakat bahwa sholat di masjid
Nabawi itu sah, walaupun di dalamnya ada kuburan Nabi, Abu Bakr, Umar dan juga
Imam Abu Syuja'.
Dan tidak ada
para sahabat dan ulama tidak ada yang menentang keputusan salah satu khalifah
untuk memugar Masjid Nabawi dan memasukkan kuburan Nabi serta Imam lainnya ke
dalam masjid Nabawi. Terlepas dari mana lebih dulu, kuburan atau masjid,
nyatanya sekarang kuburan itu berada dalam masjid.
Sebagaimana
dijelaskan diatas, kenapa harus dikhususkan, toh di dalamnya bukan hanya
kuburan Nabi saw. [6]
5. Hadits Pelaknatan Orang
Nasrani dan Yahudi
Kemudian
perihal hadits yang menyatakan bahwa orang yahudi dan Nasrani dilaknat oleh
Allah swt karena menjadikan kuburan para Nabi dan orang-orang sholih mereka
masjid tempat beribadah, itu tidak seperti yang dijelaskan oleh para penentang
sholat di dalam masjid yang ada kuburannya itu.
لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى
اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
"Allah
swt melaknat orang-orang yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi
mereka masjid (tempat bersujud)" (HR. Bukhori 417 / Muslim 825)
Imam Al-Suyuthi
menambahkan redaksi [وصالحيهم] wa Sholihim (orang-orang
sholih mereka) berdasarkan riwayat muslim. Pelarangan dalam hadits ini bukanlah
dimaksudkan sebagai pelarangan membangun masjid di atas atau sekitaran sebuah
kuburan atau makam.
-
Proses Penentuan Hukum
Para ulama
tidak menafsirkan apa yang ada dalam hadits tersebut secara tekstual begitu
saja. Perlu diketahui bahwa, seorang ulama –dan ini sudah menjadi aturan baku-
dalam menentukan sebuah hukum tidak hanya bersandar pada satu sumber saja.
Kalau ada
sebuah ayat dan juga hadits, beliau akan mencari dengan segenap kemampuannya
semua dalil baik itu itu dari Al-Quran dan Sunnah yang memang berkaitan dengan
masalah yang sedang digarap itu. Tidak grasak grusuk langsung memvonis hanya
dengan satu hadits, itu bukan tabiat seorang ulama.
Jadi di atas
meja ulama itu berkumpul puluhan ayat serta hadits yang berhubungan dengan
masalah yang dicari. Kemudian mulailah beliau melakukan sebuah pemindaian (instinbath)¸yang
kemudian lahirnya sebuah produk ijtihad yang baik dan sesuai koridor.
-
Ada Qorinah (Pembanding)
Hadits diatas
–setelah pencarian oleh ulama- ternyata punya [قرينة]
"Qorinah", yaitu hadits lain yang jadi pembanding sehingga makna
bukan seperti tekstual yang ada dalam hadits tersebut.
Yang dimaksud
dalam larangan diatas bukanlah mendirikan kuburan di atas atau sekitaran. Akan
tetapi yang dilarang dalam hadits tersebut ialah menyembah kuburan tersebut,
menjadikannya tempat tujuan bersujud, dan menghadapkan diri ke kuburan itu
untuk bersembahyang.
Ini dijelaskan
dalam beberapa riwayat, termasuk riwayat Imam Malik dalam kitabnya
Muwaththo':
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا
يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ
أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Dari Atho' bin
Yasar, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: "Allahumma (ya Allah) Janganlah
kau jadikan kuburanku (bagai) berhala yang disembah. Allah sangat murka kepada
kaum yang menjadikan kuburan mereka tempat bersujud (masjid)"[7]
Jadi memang [اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّه] kemurkaan Allah itu
muncul karena adanya penyembahan kepada selain Allah swt, karena itu Rasul saw
berdoa agar kaumnya (umat Islam) tidak menjadikan kuburannya sebagai sesembahan
[اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا]
yang kemudian mengbuahkan kemurkaan dan kelaknatan sebagaimana kaum-kaum
sebelumnya yang dilaknat karena menyembah kuburan itu.
Imam Al-Sanadi
dalam hasyiyah-nya mengatakan perihal hadits ini:
وَمرَاده بذلك أَن يحذر أمته أَن
يصنعوا بقبره مَا صنع الْيَهُود وَالنَّصَارَى بقبور أَنْبِيَائهمْ من اتخاذهم
تِلْكَ الْقُبُور مَسَاجِد
"yang
dimaksud ialah Nabi saw mengecam umatnya memperlakukan kuburan sebagaimana
orang yahudi dan nasrani memperlakkan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat
sujud"[8]
وَمُجَرَّد اتِّخَاذ مَسْجِد فِي
جوَار صَالح تبركا غير مَمْنُوع
"dan hanya
mendirikan bangunan di samping kuburannya orang sholih guna meraih keberkahan
itu tidak dilarang"[9]
Karena
sejatinya redaksi kata [مساجد] itu jama' (plural)
dari [مسجد], yaitu ism Makan (kata tempat)
dari Fi'il (kata Kerja) [سجد]
sajada, yang berarti itu bersujud. Jadi memang yang dimaksud itu bersujud,
yaitu menyembah kuburan. Bukan mendirikan masjid di atas atau sekitaran makam
tersebut.
Imam
Al-Baidhowi sebagaimana dikutip oleh Imam Al-Zarqoni dalam kitabnya yang
menjadi penjelas kitab Muwaththo' Imam Malik, mengatakan:
لَمَّا كَانَتِ الْيَهُودُ يَسْجُدُونَ لِقُبُورِ
الْأَنْبِيَاءِ تَعْظِيمًا لِشَأْنِهِمْ وَيَجْعَلُونَهَا قِبْلَةً
وَيَتَوَجَّهُونَ فِي الصَّلَاةِ نَحْوَهَا فَاتَّخَذُوهَا أَوْثَانًا لَعَنَهُمُ
اللَّهُ، وَمَنَعَ الْمُسْلِمِينَ عَنْ مِثْلِ ذَلِكَ وَنَهَاهُمْ عَنْهُ، أَمَّا
مَنِ اتَّخَذَ مَسْجِدًا بِجِوَارِ صَالِحٍ أَوْ صَلَّى فِي مَقْبَرَتِهِ وَقَصَدَ
بِهِ الِاسْتِظْهَارَ بِرُوحِهِ وَوُصُولَ أَثَرٍ مِنْ آثَارِ عِبَادَتِهِ
إِلَيْهِ لَا التَّعْظِيمَ لَهُ وَالتَّوَجُّهَ فَلَا حَرَجَ عَلَيْهِ، أَلَا
تَرَى أَنَّ مَدْفَنَ إِسْمَاعِيلَ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ عِنْدَ الْحَطِيمِ،
ثُمَّ إِنَّ ذَلِكَ الْمَسْجِدَ أَفْضَلُ مَكَانٍ يَتَحَرَّى الْمُصَلِّي
بِصَلَاتِهِ.
"ketika
orang Nasrani dan Yahudi menyembah kuburan nabi-nabi mereka sebagai pengagungan
kedudukan mereka, dan menjadikan kuburan mereka sebagai kiblat dalam sholatnya,
dan menjadikan kuburan itu sesembahan, Allah melaknat mereka. Dan melarang umat
islam untuk berlaku seperti itu (org Yahudi dan Nasrani)
Sedangkan
membangun masjid di samping kuburan orang sholih, atau sholat di sekitar
pemakamannya, bermaksud menimbulkan ruh spriritualnya dan mencapai (mengikuti)
atsar ibadahnya, bukan untuk mengagungkannya dan juga tidak menjadikannya
kiblat dalam sholat (menyembahnya) maka itu tidak mengapa"[10]
Dan kesyirikan
yang model seperti ini yang dilakukan oleh orang Yahudi dan Nasrani.
Sebagaimana dikuatkan oleh firman Allah swt:
"Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain
Allah[639] dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, Padahal
mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan" (Al-Taubah 31)
-
Target Poin Hadits
Dan juga harus
diperhatikan, bahwa yang dituju oleh Nabi dengan haditsnya itu ialah praktek
orang Yahudi dan Nasrani, bukan prekateknya Muslim. Maka harus dilihat
bagaimana mereka memperlakukan kuburan-kuburan Nabu mereka?
Lalu apakah
tempat ibadah mereka sama seperti tempat ibadahnya muslim (masjid)? Tentu
berbeda. Maka harus kembali dilihat bagaimana pekerjaan mereka, bukan bagaimana
pekerjaan muslim.
Karena memang
Nabi saw mengisyaratkan untuk itu, yaitu prilaku buruk orang Yahudi dan Nasrani
yang menyembah kuburan, dan bersembahyang menghadap kuburan tersebut sebagai
pengagungan. Apakah muslim melakukan itu?
Muslim tetap
beribadah kepada Allah, berdoanya kepada Allah, sholatnya menghadap kiblat,
bukan ke kuburan dan juga orang muslim tidak ada yang bersujud untuk kuburan.
Mereka bersujud untuk Allah swt dengan memperhatikan segala rukun dan
ketentuannya.
Dan memang
tidak ada sinagog orang Nasrani serta gerejanya orang Yahudi itu tidak seperti
masjid-masjidnya orang Islam. Jadi memang berbeda, harus ditinjau benar apa
yang memang dilakukan oleh mereka. Mereka menjadikan kuburan para nabi mereka
dan orang-ornag sholih mereka sesembahan, dan bukan menjadikannya sinagog atau
gereja, sebagaimana dijelaskan diatas.
Yang terjadi
kebanyakan di Indonesia bahwa memang kuburan itu tidak berada di tengah-tengah
masjid. Tidak ada yang sepeerti itu. Yang ada hanyalah kuburan orang-orang
sholih yang berada di sekitaran masjid, entah itu di taman belakang atau taman
depan masjid, walaupun memang masih dalam area masjid. Lalu apa yang menjadi
masalah?
Jadi memang
sholat di masjid yang di sekitarnya ada kuburan itu tidak mengapa, karena yang
sepakat dilarang dan diharamkan itu ialah menyembah kuburan atau menjadikannya
kiblat sholat sebagaimana orang Yahudi dan Nasrani melakukan itu.
Wallahu A'lam
By Media Lain Label
0 komentar :
Posting Komentar