OLEH: FAHMI SALIM, M.A.*
* Meraih gelar Magister dari Fakultas Ushuludin Jurusan Tafsir
Univ Azhar Mesir pada tahun 2007, penulis buku “KRITIK TERHADAP STUDI AL-QUR'AN
KAUM LIBERAL”, Dosen Tafsir Al-Qur'an STIU Al-Hikmah, Peneliti The Institute
for Study of Islamic Thought and Civilization –INSIST- dan Albaab Institute,
serta kontributor ISCO (Islamic Studies Center Online).
Email : fahmi_lc@yahoo.com
NB From Sukmahadi*Sebenarnya ini adalah blog pribadi saya untuk berdakwa, namun apa salahnya jika mengutip tulisan-tulisan dari media lain agar semakin bermamfaat untuk umat. Olehnya di atas saya sedikan kolom Media Lain sebgai wadah tulisan dari media lain. Namun tidak khawatir wahai pembaca setia, dalam blog ini 90 % tulisan saya insya Allah. Selamat mebaca.
Setiap menjelang Natal tentu akan selalu
muncul perdebatan soal hukum mengucapkan selamat natal kepada saudara kita
sebangsa yang beragama kristiani. Bahkan ada seorang pakar tafsir yang
terpandang di Indonesia membolehkan mengucapkan selamat natal dengan dalih,
bahwa ucapan selamat natal juga dapat ditemui dalam Alquran surah Maryam:33,
pendapat seperti ini perlu dkritisi lebih lanjut
Pertama; redaksi wassalamu
yang dinisbahkan kepada nabi Isa ini diucapkan beliau sendiri ketika ibunda
Maryam bint Imran dipojokkan dan dituduh orang-orang yahudi bahwa Isa yang baru
saja dilahirkan adalah hasil perzinahan, Maryam kemudian menunjuk Isa yang merupakan
mukjizat dari Allah swt untuk menepis tuduhan murahan itu (ayat 28-33) perlu
dicatat juga bahwa sebelumnya redaksi seperti ini ditujukan pula kepada nabi
Yahya as. dengan redaksi wasalamun (ayat 13). para ulama menyatakan bahwa jenis
redaksi seperti ini sering diungkapkan pada saat dan situasi seorang hamba
Allah dalam kondisi sangat lemah, tidak kuasa atas makar dan sangat membutuhkan
pertolongan dan bantuan-Nya (Tafsir al-Muharrar al-Wajiz; Ibnu 'Athiyyah
dikutip oleh al-Alusi dalam Ruh al-Ma'ani vol 9 juz 16 hal.107) karena
keduanya, baik Yahya maupun Isa sama-sama dikejar dan ditindas Bani Israil,
Yahya berhasil mereka bunuh sementara Isa diselamatkan Allah dan diangkat ke
langit belum lagi peristiwa kelahirannya mengundang curiga luar biasa. sehingga
wajar keduanya menggunakan redaksi Salaam.
Dengan perbandingan dua
situasi ini pula Imam Hasan al-Bisri meriwayatkan dialog antara Isa dengan
Yahya yang suatu saat keduanya bertemu, sebagaimana layaknya ikhwah fillah
Yahya bilang kepada Isa: akhi doakan saya ya sebab engkau lebih mulia dari aku,
Isa balas menjawab: akhi justru anda yang harus mendoakan saya, andalah yang
lebih mulia dari saya sebab Allah yang menjamin keselamatan untuk anda (seakan
menunjuk redaksi wasalamun alayhi, ayat 13) sedangkan sayalah yang menyatakan
keselamatan atas diri saya sendiri bukan Allah yang menjaminnya (seakan
menunjuk redaksi wassalamu alayya, ayat 33)
Kedua; secara literal dan
sepintas redaksi wassalamu diartikan dengan ucapan selamat, bahwa ucapan
selamat natal sudah dicontohkan sendiri oleh nabi Isa as (dengan asumsi ketika
mengucapkannya kita berkeyakinan bahwa beliau adalah seorang nabi dan hamba
Allah). jika kita telusuri beberapa kitab tafsir yang memiliki otoritas
ternyata bukan seperti itu yang dimaksudkan rangkaian ayat ini. justru dengan
pengakuan tersebut Isa alahi salam telah menetapkan bahwa dirinya hanya sebagai
hamba yang menyembah Allah swt semata, dia juga sebagaimana makhluk Allah
lainnya dilahirkan (hidup), mengalami kematian dan dibangkitkan kembali pada
hari pembalasan, hanya saja beliau akan memperoleh keselamatan sebagaimana para
nabi dan rasul lainnya pada hari pembalasan yang keseluruhan manusia sangat
sulit untuk memperoleh keselamatan hisab pada hari itu. (Ibnu Katsir; juz 3
hal.117-118)
Ketiga; sesuai konteks
rangkaian ayat di atas dan korelasinya dengan rangkaian ayat selanjutnya (ayat
34-37) yang terjemahannya sbb: 34. Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan
perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. 35.
Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah
menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya: "Jadilah", maka
jadilah ia 36. Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahIah
Dia oleh kamu sekalian. Ini adalah jalan yang lurus.37. Maka berselisihlah
golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar.
Rangkaian ayat ini justru
menepis kebolehan mengucapkan selamat natal, seperti diyakini orang-orang
nasrani, karena rangkaian ayat yang sebelum ini menjelaskan secara gamblang
peristiwa kelahiran Isa dari rahim Maryam ibunya yang dirasa sangat tidak
mungkin ia kemudian dinobatkan menjadi anak Tuhan; Isa sesungguhnya adalah anak
manusia biasa yang dilahirkan melalui "proses yang diluar kebiasaan".
isyarat itu terungkap dari ayat 35. (Fi Zhilal al-Qur'an; juz 4 hal.2308)
Keempat; sesuai analisa
bahasa dan sastra Arab, fungsi definitif dari al pada kata assalamu adalah
untuk semua jenis keselamatan (al lil jinsi) jika digabungkan dengan konteks
rangkaian ayat ini untuk pengingkaran dan penolakan akidah nasrani, maka ia
lebih merupakan sindiran (ta'ridl) untuk melaknat kaum Yahudi atas tuduhan zina
kepada Maryam dan kaum Nasrani yang menjadikannya juru selamat. seakan ayat ini
memberi pesan bahwa Isa menyatakan semua keselamatan hanya untuk dirinya dan
azab lah yang akan ditimpakan kepada para penentangnya.
Fungsi kebahasaan seperti ini
sudah berlaku umum dan menjadi urf pemakaian alquran, surah Thaha ayat 48
misalnya menyatakan wassalamu ala man ittaba'alhuda, selain makna aslinya ia
juga mengandung pesan yang tidak diungkapkan bahwa azab lah yang akan didapat
bagi orang yang mendustakan dan berpaling dari petunjuk itu. (al-Alusi dalam
Ruh al-Ma'ani; Opcit hal 131)
Saya hanya ingin
mengatakan bahwa berat sekali tugas menganalisa dan mencermati kandungan
Alquran, ia tidak bisa difahami dengan baik hanya secara literal atau mengikuti
petunjuk terjemahan lahirnya saja. sehingga wajar jumhur/ulama berpendapat
mustahil seorang bisa menterjemahkan alquran secara harfiyah, karena kualitas
bahasa arab yang sangat tinggi untuk alquran. nah tugas ini akan lebih berat
lagi kalau sudah menyangkut ayat-ayat akidah.
Paparan saya itu bukan
berarti saya sudah menafsiri Alquran tapi yang saya lakukan adalah
mengetengahkan tafsir para ulama yang diakui otoritasnya di bidang tafsir,
sebagai amanah ilmiah yang harus disampaikan. kita tidak perlu berapologi untuk
sekedar menampakkan toleransi semu dan munafik, apalagi dengan menggadaikan
akidah kita. biarkan seperti alquran bilang Biar Allah yang akan memutuskan
perkara mana yang benar dan salah di antara mereka pada hari kiamat
(Al-Hajj:17)
Akhukum al-Faqiir ila
Allah;
Email : fahmi_lc@yahoo.com
NB From Sukmahadi*Sebenarnya ini adalah blog pribadi saya untuk berdakwa, namun apa salahnya jika mengutip tulisan-tulisan dari media lain agar semakin bermamfaat untuk umat. Olehnya di atas saya sedikan kolom Media Lain sebgai wadah tulisan dari media lain. Namun tidak khawatir wahai pembaca setia, dalam blog ini 90 % tulisan saya insya Allah. Selamat mebaca.
0 komentar :
Posting Komentar