Pengajian
kitab kuning yang biasa disebut kitta’ gondol, dalam bahsa suku mandar
merupakan metode pengajian dengan mendatangi rumah para Nungguru sebutan orang
mandar Kyai dalam bahasa indonesai dengan membawa beberapa kitab. Sebutan
tersebut sering dilontarkan oleh para pengaji kitab kuning karena yang dibahas
dalam pengajian tersebut adalah Bahasa Arab tanpa baris atau harokat serta
proses belajar mengajar yang masih sangat tradisional khususnya pengajian yang
ada di Kec. Campalagian dan Pambusuang.
Di
Kec. Campalagian misalnya, dimana terdapat banyak pesantren diantaranya
Ponpes Al-Ihsan Kenje yang didirikan oleh KH. Baruddin Rahimahullah,
Ponpes As-salifiyah Parappe, dan Ponpes Syekh Hasan Yamani serta Ponpes
Al-Ikhlas Modern. Diatara pesantren ini khususnya pesantren As-salafiyah
parappe masih banyak santri yang menggunakan metode ini, dan masi banyaknya
santri luar daerah sebut saja santri asal DDI Mangkoso sulsel, pinrang,
serta masih banyak lagi dari daerah lain yang menggunakan masa libur untuk memperdalam
ilmu bahasa arab di Kec. Campalagian dan Tinambung dan juga mengunakan metode
ini, namun realita sekarang ini seiring roda era globalisasi minat putra-putri
sulbar semakin menurun bahkan kebanyakan yang meramaikan kota santri
tradisional di Desa Bonde Kec. Campalgain misalnya rata-rata santri
dari DDI mangkoso.
Pemandangan ini bisa kita jumpai saat liburan tibah. Suatu
ketika penulis bertafakkur melihat masa depan generasi ulama kharismatik sulbar
akan punah jika perhatian dan kepedulian terhadap kajian kitab kuning
berkurang.
Dengan harapan yang tinggi mengajak putra-putri sulbar
untuk meningkatkan kepedulian terjahadap kajian kitab kuning. Sebab para ulama
sulbar tak selamanya hadir menerangi sulbar sebut saja KH. Baharuddin (Pendiri
Yayasan Darussalam Kenje) Puakkali Buta (Ulama kharismatik desa Bonde
Kec. Campalagian)Rohimahullah dan banyak lagi ulama-ulama lainnya yang telah
mendahului kita. Saya yakin dan percaya bahwa semua manusa akan sirna dari muka
bumi namun biarkanlah jasad ini rata dengan tanah, akan tetapi pada hakekatnya
seseorang akan selalu hidup jika ilmunya tetap dilestarikan dibumi. Olehnya itu
tuntulah Ilmu sebab ‘’ilmu bagaikan mutiara yang dimanapun mutiara
itu berada akan tetap dicari sekalipun ada di tempat kotoran, sangat
berbeda dengan kotoran sekalipun diletakkan di Istana Negara statusnya tetap
saja kotoran ‘’.
Jika plasback mengingat kembali dengan melihat realita
beberapa putra sulbar yang telah berhasil meraih kesuksesan sebut saja, Dr.
Idham Kholid Body, merupakan seorang penerjemah al-qur’an kedalam bahasa
Mandar, penulis buku, pencipta logo sulbar yang sebelumnya diadakan lomba
sekitar 115 orang peserta dan beliaulah pemenangnya. Dr. Muh. Zein
misalnya yang sekarang memduduki jabatan sebagai Kasubdit Pengembanan
Akademik Kementrian Agama RI di Jakarta, kedua Doktor ini
telah menempu pengajian kitab tradisional dan menimba Ilmu pada KH. Baharuddin
dan KH. Abdul Lathif Busra Pendiri Pondok Pesantren As-salafiyah Parappae Kec.
Campalagian selama bertahun-tahun.‘’Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah maka Allah SWT
akan selalu memberikan baginya keringanan/jalan keluar’’(QS.
Ath-thalaq ayat 2-3).
Ada ideologi yang ada di tengah-tengah masyarakat bahwa
jika seseorang memperdalam ilmu agama dilingkungan pesantren maka akan sulit
memperoleh pekerjaan, olehnya itu banyak putra-putri sulbar yang memilih
mencari ilmu umum di lingkungan Junior highscool & senior highschool. Pada
hakekatnya tak ada masalah menempu pendidikan pada school tersebut asalkan
individual tersebut ikut serta dalam berbagai kajian kitab kuning atau kajian
keislaman yang ada di sulbar khususnya campalagian dan tinambung.
Ideologi ini
sangatlah tidak benar, resapilah ayat diatas bahwa selama individual muslim
bertaqwa padaNya maka insya Allah akan selalu mendapatkan jalan keluar. Dengan
hadirnya tinta hitam di atas putih ini, penulis memberitahukan bahwa
dengan dasar bahasa arab yang saya tempuh selama bertahun-tahun
lewat metode kajian kitab terdisional di Campalagian maka berkat idzin tuhan
yang maha esa penulis sekarang satu-satunya putra sulbar yang sedang
menempuh study strata satu di Fak. Adab & Humaniora, Jur.
Study Islam Univ. Sidi
Mohammed Ben Abdellah, tepatnya di ujung benua afrika utara, Negara Maroko.
Al-jazair dan Spanyol merupakan Negara tetangga atau lebih mudah jika menyebut
laut atlantik sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Dan yang paling patut
disyukuri, saya sampai kesini karena mendapatkan beasiswa.
Ketahuilah bahwa dari sekian banyak mahasiswa
Indonesia di Negara Kerjaan Maroko, hanya sayalah asal Sulbar bahkan setelah
penulis mewanwancarai beberapa mahasiswa Indonesia yang telah berkleluarga
mereka mengatakan bahwa sejak 9 tahun silang hingga saat ini belum ada
mahasiswa Sulselbar, Sulawesi Utara dan Sulteng yang menempu study strata 1 di
Negeri ini, padahal pemerintah Maroko telah menawarkan 15 orang calon peraih
beasiswa untuk putra-putri Indonesia yang seleksinya diadakan di Kementerian
Agama RI setiap tahun bisa diakses di web. www.ditpertais.net.
Saya berharap ada mahasiswa
asal sulbar yang menyusul ke Negeri terbenamnya matahari ini dengan tujuan
menuntut Ilmu sebab mayoritas mahasiwa yang ada disini berasal dari pulau
jawa.Foto di samping merupakan sebuah gambaran bahwa ilmulah yang membawaku terbang
ke jakarta tanpa biaya orang tua sepeserpun., dan berhasil bertmeu dan
berdialog dengan Direktur Pendidikan Tinggi Islam Republik Indonesia Bapak
Prof. Dr. H. M. Machasin MA. Saya sangat terinspirasi dengan beliau karena bisa
menguasai 5 bahasa asing, hal ini diangkapkan saat membawakan materi di masa
orentasi calon penerima beasiswa ke maroko afrika utara dan sudan.
Alhamdulillah saya termasuk penerima beasiswa ke maroko dan Sudan pada ahir
tahun 2010. Namun walaupun saya dinyatakan lulus menerima beaisiswa sudan dan
maroko namuan Maroko adalah pilihan terbaikku.
Dengan
harapan yang tinggi penulis berharap suatu saat sulbar ini akan melahirkan
ulama-ulama yang bakal mengantarkan sulbar menjadi semakin malaqbi, melahirkan
pemimpin yang cerdas, dari segi intelektual, religus, dan kritis.
Dengan
semangat yang tinggi penulis memilih jurusan Study Islam sebab sulbar merupakan
daerah yang berpeduduk multikultural dan multi agama serta pentingnya kehadiran
rasa pluralisme.salam sulbar malaqbi.
Tulisan
ini dimuat di surat kabar cetak dan online terbesar serta pertama di sulawesi
barat "RADAR SULBAR'' berikut linknya klik aja ada pada bagian Opini
http://issuu.com/radarsulbar/docs/13_februari_radar_sulbar
Oleh Sukmahadi (Mahasiswa Sulbar
yang sedang menempu Study Strata Satu, Jurusan Study Islam Fak. Adab dan
Humaniora. Univ. Sidi Mohmmed Ben Abdellah Maroko)
0 komentar :
Posting Komentar