Tradisi atau adat istiadat, jika meruju arti dari dua kata ini, maka berarti kebiasaan, adat yang dilakukan secara turun temurun. Tradisi atau adat istiadat yang dilakukan oleh masyarakat yang pada awalnya dilakukan oleh nenek moyang, hingga menjadi turun temurun. Dimana tridisi yang ada pada masyarakat awam boleh jadi menganggap tradisi itu sebagai keawajiban, olehnya itu saya akan menguraikan beberapa tradisi berikut yang masyarakat harus memahami bahwa trasidisi tersebut hukumnya bukan wajib, ataupun sunnah.
1.
Mendoakan Orang yang Sudah Meninggal.
Mendoakan orang yang sudah meninggal
sudah menjadi tradisi di lingkungan masyarakat, bahkan ada yang menganggap
bahwa tradisi ini menjadi kewajiban yang jika tidak melakukannya akan
menimbulkan mala petaka sehingga ada masyarakat jika salah satu anggota
keluarga mereka meniggal harus mengadakan walimah yang terkadang
memaksakan keluarga untuk mengadakan kegiatan tersebut. Sebenarnrnya dalam
hadits rosulullah SAW disebutkan:
وَعن
أبي هُرَيْرَة، أَن رَسُول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ قَالَ: "
إِذا مَاتَ ابْن آدم انْقَطع عمله إِلَّا من ثَلَاث: إِلَّا من صَدَقَة جَارِيَة،
أَو علم يُنتفع بِهِ، أَو ولد صَالح يَدْعُو لَهُ " رَوَاهُ مُسلم
Artinya:” Dari Abu Huraira Bahwa
Rosululillah SAW bersabda “Jika anak adam meniggal dunia maka
terputuslah amal perbuatannya kecuali tiga hal : 1. Sedekah Jariyah, 2. Ilmu
yang senantiasa dimamfaatkan 3. Anak Soleh yang mendoakannya. (HR. Muslim).
Dalam hal ini, tradisi masyarakat
yang menganggap wajib maka pemahaman itu salah karena tidak ada dalil yang
menjelaskan hal ini. Apalagi sampai beranggapan malam pertama, ke tiga, ke
tujuh dan seterusnya hari-hari ini kita wajib mendoakan simayit naudzu billah
min dzalik.
Traidisi ini dalam pandangan ulama mengandung ikhtilaf,:
1. Ada yang membolehkan mendoakan simayit karena berdasarkan
hadits diatas yaitu “Anak Sholeh yang mendoakan baginya” Kata ganti
“Nya” disini bermaksud simayit yaitu mendoakan simayit.
Namun multiormas islam
yang ada di Indonesia bahkan individual muslim berselisi pahan dalam hal ini,
tapi lihatlah perhatikan dalil diatas telah jelas bahwa mendoakan orang
meninggal adalah sunnah. Perlu diluruskan khususnya masyarakat awam bahwa
pemahaman malam pertama, ke dua dan ketiga hingga tak terhitung tidak ada
dalil yang menjelaskan hal ini, akan tetapi merupakan hal mubah (boleh).
Perna suatu ketika al-katib mewawancari salah seorang kyai mengapa ada
paham bahwa malam pertama, ke dua, itu ada….?beliau menjawab itu adalah hasil
musyawarah awal munculnya tradisi dengan pertimbangan contoh malam pertama jadi
setelah itu kita akan berkumpul di rumah simayit dengan tujuan meberi takziyah
pada malam yang ke tiga hingga ke tuju. Dan perlu diketahui pulah mau mendoakan
dengan cara ramai-ramai di rumah simayit atau mendoakannya sendiri setelah
sholat itu tak masalah.
Tradisi ini, mubah dilaksanakan bagi yang mampu dan saya rasa semua mampu
masa baca doa saja ngg…mampu..?selama bibir atau sang individunya bernapas
insya Allah masih bisa mendoakan kalau tidak bisak berdoa dengan lisan cukup
dengan hati, temasuk penulis doaku untuk ayah yang tercinta yang telah
mendahului kita setelah sesamapaiku di maroko” akan terus kupanjatkan
dengan harapan ayah mendapakat ampunan dari Allah SWT serta penulis dapat
menyelesaikan study dan dapat menziarahi kuburan ayah. Yang jadi problem adalah
terkandang masyarakat memaksakan diri mengundang para ustadz, kyai, dan
menghidangkan sejumlah makanan enak padahal secara ekonomi keluarga simayit
tidak mampu bahkan uang yang digunakan dalam acara tersebut adalah hasil utang
piuatang, “Jangan Memaksakan diri jika tidak mampu melaksanakan acara
tersebut cukup dengan melantunkan doa sendiri”.
2. Alasan orang yang tidak membolehkan tradisi ini, karena
mereka beranggapan bahwa hal ini adalah bid’ah sebab yang berhak mendoakan
adalah anaknya sendiri. Mereka menafsirkan hadits ini/ lafazh ولد صالح yang dimaksud
disini adalah anak sendiri jadi yang berhak mendoakan adalah anak sendiri.
Namun penulis tidak sepakat dengan penafsiran ini, karena banyak pertanyaan
yang menjanggal, diantaranya : lalu bagaiman orang yang mandul mereka tidak
punya anak lalu siapa yang bakal mendoakan mereka….? Bagaimana dengan orang lajang
mereka tidak punya suami istri dan tentunya tidak punya anak hingga maut
menjemputnya siapa yang bakal mendoakan mereka…ketika maut sudah tibah…?
Dan jika memperhatikan lafadz hadits diatas maka dapat dita’kidkan
semuanya sudah jelas. Bagi yang paham bahasa arab akan mudah mengerti hal ini,
perhatikan lafahz ولد
صالح artinya
adalah anak soleh dan bentuknya tidak menggunakan alif dan lam dalam bahasa
arab kalimat yang tidak menggunakan alif dan lam maka itu adalah nakirah masih
bersifat umum, jadi semua orang-orang sholeh berhak melantungkan doa untuk
orang yang sudah meninggal.
Alasan bagi orang yang mebolehkan tradisi ini, sudah sangat jelas diatas
bahwa mendoakan orang yang sudah meninggal adalah hal mubah akan tetapi bukan
wajib. Kesimpulannya adalah ‘’Doakanlah orang yang sudah meninggal sesuai
dengan kemampuan, sendiri atau ramai itu tak masalah’’
1. Mengomandangkan Iqomah dan adzan di Liang Kubur
Iqomat, multitradisi yang ada di masyarakt diantaranya adzan dan Iqomah di
dalam liang kubur, telah masyhur pada kalangan mutaqoddimin dan mutakhirin
bahkan dalam pemahan seluruh muslimin baik di indonesia atau di luar negeri
maroko misalnya, semuanya sepakat bahwa tempat dikomandangkan adzan atau iqomat
adalah saat ingin mengerjakan sholat limah waktu, dan disunahkan
mengomandangkan adzan di telingah kanan si bayi yang baru lahir serta iqomah di
telingah kiri sibayi. Mengenai hal tradsisi adzan dan iqomah di liang kubur
saat mayit ingin ditimbun dengan tanah sama sekali tidak ada dalil al-quran dan
as-sunnah yang menjelaskan hal ini. Namun ada yang mengqiyaskan dengan adzan
saat bayi baru dilahirkan maka harus diadzan saat meninggalkan dunia. Demi
Allah yang maha kuasa saya sebagai penulis artikel ini lebih cenderung tidak
melakukan hal ini karena dalilnya sangat-sangat tidak jelas, dan tidak ada
dalil yang mengamjurkan hal ini, saya khawatir tradisi ini akan termasuk hal
bid’ah wallahu a’lamu.
Sedangkan Adzan dan
Iqomah untuk Bayi yang Baru Dilahirkan
Anak merupakan karunia yang diberikan oleh Allah Swt.
kepada semua keluarga, namun anak juga merupakan amanah Allah Swt. yang mesti
dijaga, dirawat serta dididik oleh kedua orang tuanya. Mendidik anak harus
dimulai sebelum anak itu mulai lahir tidak hanya dilakukan setelah ia besar.
Salah satu bentuk pendidikan terhadap anak tersebut ketika ia dilahirkan.
Sang ayah atau salah satu dari keluarga, membacakan adzan di telinga kanan sang
jabang bayi yang baru dilahirkan dan membacakan iqomah di telinga kiri bayi. Bagaimanakah
hukum melakukan hal tersebut, Apakah pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw.?
Ulama’ sepakat bahwa sunnah hukumnya mengumandangkan
adzan dan iqomah pada saat bayi yang terlahir kedunia berdasarkan hadits Nabi:
عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِيْ رَافِعٍ
عَنْ أَبِيْهِ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي
أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِيْنَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ (سُنَنُ
أَبِيْ دَاوُدَ رَقْمُ 4441)
Dari ubaidillah Bin Abi Rafi’ ra. Dari
ayahnya, ia berkata ; aku melihat Rasulullah Saw, mengumandangkan adzan
ditelinga Husain Bin Ali ra. Ketika Siti Fatimah melahirkannya (yakni) dengan
adzan shalat. (Sunnan Abi Dawud, [444])
2.
Berdoa Untuk
Barang-Barang yang Baru Dibeli
Berdoa untuk barang-barang yang baru dibeli, tradisi ini ditemukan
masyarakat, misalnya saja si A baru saja membeli mobil baru, atau motor baru
maka mobil atau motor baru tersebut belum bisa digunakan sebelum mengundang
kyai, ustadz atau imam masjid untuk membaca doa di dekat motor tersebut. Bahkan
banyak masyarakat mempercayai bahwa jika membeli barang-barang yang baru lalu
digunakan tanpa membaca doa sebelumnya akan ditimpa musibah, seperti
kecelakaan, kecurian dan lain sebagainya. Hal
ini tidak ada dalilnya dalam al-quran dan as-sunnah.
Oleh karena itu perlu diluruskan
melalui risalah ini, mistik-mistik seperti ini tidak terdapat dalam al-qur’an
namun traidisi ini bakal bernilai posotif jika diniatkan sebagai rasa syukur
kepada Allah atas rezeki yang diberikan. Melaksanakan tradisi ini boleh-boleh
saja asalkan tidak menjadi keharusan atau kewajiban, membaca doa adalah hal
baik akan tetapi sekali lagi saya katakan janganlah menganggap sebagai suatu
kewajiaban, niatkanlah sebagai wujud syukur kepada Allah SWT,:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ…….
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
Jadi, semua wadhih (jelas) bahwa
tradisi ini tidak ada dalam al-quran dan as-sunnah, akan tetapi bole diniatkan
sebagai wujud syukur kepada Allah.(QS.
Ibrahim Ayat 7).
Waallahu A’lamu Bishowab.
Email : afikrihaditomandar@yahoo.com
Skype: Sukmahadi Ady
(Mahasiswa Indonesia di Univ. Sidi
Mohammed Ben Abdellah Fes-Maroko).
0 komentar :
Posting Komentar