Ilustrasi
Suatu hari saat saya masih menjadi mahasiswa baru Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,
bingung mencari kos kosan yang murah. Akupun menelusiri jalan jalan
yang ada di Kota makassar yang begitu sumpek panas maklum udara kota.
Akhirnya kos kosan yang murah tak berhasil kudupatkan, walhasil waktu itu
tiba-tiba ada saran dari salah seorang guru madrasah gimana kalau kamu
tinggal di masjid,..? tanyanya. singkat cerita
aku memasuki masjid tuk sholat isya berjamaah dan di masjid itu ada
kenalan kebetulan dia mengajakku tuk tinggal di masjid itu tanpa aku
minta, syukur ya Allah, bisikku dalam hati.
Sebuah wujud syukur kuhaturkan pada Allah aku bisa menginap di masjid itu, dengan gratis, dan pasilitas yang lengkap, benar2 nikmat Allah banyak untuk penuntut ilmu Allah SWT.
Ada cerita menarik selama aku tinggal di masjid itu sebut saja masjid NU (Nurul Ukhuwah), kebetulan saat itu saya diamanahi untuk menjadi naib imam masjid setiap sholat 5 waktu, akupun senang bisa memimpin jamaah setiap saaat walau sibuk kuliah tapi semuanya bisa diatur, tapi kadang juga saya menyuruh teman untuk menggantikanku kalau ada kesibukkan di luar kota.
Seiring berjalannnya waktu tak terasa aku menjalani hari-hariku sebagai mahasiswa dan penghuni rumah Allah (Masjid) hati tenang, damai. Namun kuperhatikan ternyata Masjid itu jamaahnya terdiri dari dua golongan/organisasi, dari segi ibadahnya 50% Ibadahnya sejalan dengan warga Nahdlatul Ulama, 50% selebihnya ibadah mereka beribadah ala Muhammadiyah.
Olehnya kalau saya yang memimpin jamaaah saya baca kunut untuk mengimbangi para ketua panitia masjid disitu. Namun bagaimana dengan warga Muhammadiyah kebanyakan dari mereka tidak membaca qunut saat solat subuh, nah biar adil sesekali saya menyuruh teman sekamar untuk memipin jamaah dan tidak membaca qunut. Saya sengaja melakukan hal itu biar menjadi ibroh (pelajaran) pada jamaah bahwa hal2 semacam ini tak masalah, mau baca qunut atau tidak itu tak masalah semuanya banar, dan punya dalil masing-masing.
Namun rencanaku tak berjalan mulus, memasuki semester baru ada ibu-ibu yang protes "Dek kalau solat shubuh jangan banyak kunut karena suamiku nggak suka, kadang dia nggak jadi ke masjid kalau dengar adek imam". ujar ibu itu.
Akupun tak menanggapinya karena terlihat dari wajahnya ibu itu sepertinya marah.
Catatan buwat kita semua "Jangan terlalu mempermasalahkan hal2 furuiyyah seperti baca qunut, gerak gerik jari saat tahiyyat, baca basmalah secara jahar atau sir dll. Sayapun demikian jika di desa tersebut mayoritas muhammadiyah atau salafi saya mengikuti mereka manjadi imam atau makmun tanpa qunut. walaupun kalau sendiri beibadah seperti biasa tanpa fanatik terhadap organisasi apapun.
By : Sukmahadi (Mahasiswa Univ. Sidi Mohammed Ben Abdellah Maroko).
Sebuah wujud syukur kuhaturkan pada Allah aku bisa menginap di masjid itu, dengan gratis, dan pasilitas yang lengkap, benar2 nikmat Allah banyak untuk penuntut ilmu Allah SWT.
Ada cerita menarik selama aku tinggal di masjid itu sebut saja masjid NU (Nurul Ukhuwah), kebetulan saat itu saya diamanahi untuk menjadi naib imam masjid setiap sholat 5 waktu, akupun senang bisa memimpin jamaah setiap saaat walau sibuk kuliah tapi semuanya bisa diatur, tapi kadang juga saya menyuruh teman untuk menggantikanku kalau ada kesibukkan di luar kota.
Seiring berjalannnya waktu tak terasa aku menjalani hari-hariku sebagai mahasiswa dan penghuni rumah Allah (Masjid) hati tenang, damai. Namun kuperhatikan ternyata Masjid itu jamaahnya terdiri dari dua golongan/organisasi, dari segi ibadahnya 50% Ibadahnya sejalan dengan warga Nahdlatul Ulama, 50% selebihnya ibadah mereka beribadah ala Muhammadiyah.
Olehnya kalau saya yang memimpin jamaaah saya baca kunut untuk mengimbangi para ketua panitia masjid disitu. Namun bagaimana dengan warga Muhammadiyah kebanyakan dari mereka tidak membaca qunut saat solat subuh, nah biar adil sesekali saya menyuruh teman sekamar untuk memipin jamaah dan tidak membaca qunut. Saya sengaja melakukan hal itu biar menjadi ibroh (pelajaran) pada jamaah bahwa hal2 semacam ini tak masalah, mau baca qunut atau tidak itu tak masalah semuanya banar, dan punya dalil masing-masing.
Namun rencanaku tak berjalan mulus, memasuki semester baru ada ibu-ibu yang protes "Dek kalau solat shubuh jangan banyak kunut karena suamiku nggak suka, kadang dia nggak jadi ke masjid kalau dengar adek imam". ujar ibu itu.
Akupun tak menanggapinya karena terlihat dari wajahnya ibu itu sepertinya marah.
Catatan buwat kita semua "Jangan terlalu mempermasalahkan hal2 furuiyyah seperti baca qunut, gerak gerik jari saat tahiyyat, baca basmalah secara jahar atau sir dll. Sayapun demikian jika di desa tersebut mayoritas muhammadiyah atau salafi saya mengikuti mereka manjadi imam atau makmun tanpa qunut. walaupun kalau sendiri beibadah seperti biasa tanpa fanatik terhadap organisasi apapun.
By : Sukmahadi (Mahasiswa Univ. Sidi Mohammed Ben Abdellah Maroko).
Emai: sukmahadiadi@yahoo.com
0 komentar :
Posting Komentar